Kamis, 01 Oktober 2009

Kebijakan Sektor Sumber Daya Air Indonesia (Pengaruh Globalisasi, Privatisasi dan Kebijakan World Bank)

Di banyak negara, kendati bumi ini mengalami krisis pasokan air bersih, tapi air bersih juga dibuka untuk diprivatisasi, komodifikasi, ekspor dan perdagangan. Ini disebabkan oleh karena air, dipandang sebagai barang/komoditi (economic goods) yang dapat diperjualbelikan dan bukan sebagai barang sosial (social goods). Padahal, air merupakan kebutuhan esensial bagi seluruh mahluk hidup di dunia ini. Negara harus menjamin akses rakyatnya terhadap air bersih dan air harus dipandang sebagai barang publik. Karenanya selama ini di kebanyakan negara, pengelolaan SDA dan pelayanan air bersih biasanya ditangani oleh perusahaan publik, seperti kalau di Indonesia dikelola oleh PDAM.

Tetapi, di tahun-tahun belakangan ini, seiring dengan berkembangnya industri air global, air cenderung tidak lagi dipandang sebagai barang publik. Korporasi-korporasi transnasional (Transnational Corporations – TNCs) mulai menguasai sumber-sumber air, baik dalam pengelolaannya maupun dalam pelayanannya, demi keuntungan perusahaannya sendiri. Dan pemerintah di berbagai negarapun, mulai mengalihkan tanggung jawab mereka untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi rakyatnya kepada korporasi-korporasi raksasa tersebut. Maka, trend yang berkembang sekarang adalah Privatisasi air. Karena, pemerintah atau perusahaan publik dianggap kurang mampu, dan jikapun mampu, dianggap kurang efisien dalam melayani kebutuhan air bersih rakyatnya.

Adalah mereka yang sadar atau beranggapan bahwa SDA mengarah pada privatisasi, dan berpendapat bahwa implikasinya akan sangat membahayakan bagi rakyat, terutama mereka yang miskin. Tapi masih sedikit sekali orang yang sadar mengenai hal ini. Kebanyakan adalah para aktivis dan kalangan NGO yang sangat menentang ide privatisasi terhadap air/sumberdaya. Alasannya, air yang merupakan hak asasi manusia dan kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup, tidak boleh diprivatisasi. Mereka beranggapan, bahwa implikasinya akan sangat membahayakan, baik bagi rakyat (terutama mereka yang miskin, maupun lingkungan).

Apalagi, ditetapkannya Undang-undang No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air oleh pemerintah yang sangat kontroversi dan banyak mendapat pro-kontra, dalam UU tersebut menganut konsep “hak guna air” yang berpotensi memicu terjadinya komersialisasi air, seperti halnya yang terjadi dengan hak guna hutan dan sertifikat tanah. Hak guna air ini merupakan perwujudan dari konsep yang diperkenalkan oleh World Bank, yang disebut dengan tradable water rights.

Apakah benar anggapan bahwa pemerintah atau perusahaan publik tidak mampu dan tidak efisien, sehingga perlu melakukan privatisasi. Kalaupun iya, apakah kemudian solusinya sesedrhana itu, diserahkan pada swasta? Karena kenyataannya, pengelolaan SDA oleh swasta juga menimbulkan berbagai persoalan sendiri. Karena perusahaan swasta yang menganut sistim full-cost recovery, menginginkan uang/biaya yang sudah mereka keluarkan, dapat mngembalikan dan menghasilkan keuntungan, tanpa terlalu memikirkan kemampuan masyarakat, terutama mereka yang miskin. Contoh konkritnya adalah kasus privatisasi di Jakarta, ketika PAM-Jaya sudah diambil alih oleh Thames Water Overseas Ltd (yang kemudian mendirikan PT Thames PAM Jaya) dan Suez (yang mendirikan PT PAM Lyonnaise Jaya), bukannya menyelesaikan masalah, malah menimbulkan persoalan-persoalan baru. Efisiensi dan kualitas pelayanan juga tidak meningkat/membaik.


Radityo Heru Prabowo
Staff (2007-2009) and Student (2007-2009)
Jakarta

1 komentar:

  1. Pentingnya kita mengelola sumber daya air untuk kemaslahatan rakyat pada umumnya. Jika sumber daya air tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan kekeringan atau bahkan air menjadi keruh dan bisa jadi asing ingin memprivatisasi sumber daya air di Indonesia. Perlu dibutuhkan sosok pemimpin yang bisa mengajak masyarakatnya mengajak mengelola sumber daya air seperti Pak Prabowo Subianto apabila terpilih menjadi Presiden Indonesia 2014-2019. Karena sosok beliau memiliki komitmen tinggi dalam penanganan sumber daya air di Indonesia.

    BalasHapus